NASIONAL

Sengkarut Bansos, dari Penyaluran Tak Merata hingga Dikorupsi

"Penyaluran bansos pada praktiknya punya banyak masalah. Utamanya soal akurasi data, penyaluran salah sasaran hingga kecurangan."

Astri Yuanasari

bansos
Ilustrasi penyaluran bansos beras. (Foto: ANTARA/Aswaddy Hamid)

KBR, Jakarta - Bantuan sosial atau bansos merupakan salah satu upaya pemerintah membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelompok miskin. Pada masa pandemi COVID-19 lalu, bansos disalurkan secara masif untuk membantu masyarakat yang terpuruk secara ekonomi akibat berbagai pembatasan.

Namun bantuan sosial ini pada praktiknya punya banyak masalah. Utamanya soal akurasi data, penyaluran salah sasaran hingga kecurangan.

Ari, seorang pengurus RT di Pondok Betung Tangerang Selatan, Banten pernah menghadapi ruwetnya masalah bansos sembako untuk warga terdampak COVID-19, pada 2020 lalu. 

Dari 300-an keluarga di wilayahnya, hanya 26 rumah tangga yang menerima bansos sembako. Akhirnya, agar tidak ada kecemburuan sosial, pengurus RT dan warga penerima bersepakat bansos dibagi rata.

"Nah kalo hanya 26 itu aja yang dapet terus yang lain gimana. Maka itu mau nggak mau ya harus kita pecah, gitu. Tapi itu juga kita sosialisasikan ke warga juga kan. Kita ngasih tau, emang dapetnya sekian, cuman ini akan kita bagi-bagi, gitu kan, kita ratain. Dan sistemnya nanti gantian, 26 kita pecah, dapetnya sekitar berapa, ini untuk gelombang pertama dulu, nah yang selanjutnya misalnya dapet lagi, kita pecah lagi, kita bagikan yang belum dapat, itu udah berulang terus gitu," kata Ari kepada KBR.

Masalah lain dialami Ilham, warga penyandang disabilitas netra dari Tangerang Selatan. Ia kecewa namanya tak tercantum sebagai penerima bansos tunai sebesar Rp300 ribu per bulan selama empat bulan, pada awal 2021 lalu. Padahal, Ilham kehilangan penghasilan selama pandemi. Sepanjang 2020 pun, Ilham hanya sempat menikmati satu kali paket sembako, itu pun hanya berisi sekantong beras saja. Sudah berulang kali, ia mengajukan namanya sebagai penerima, tetapi tidak digubris.

"Gak ada, gak terdaftar. Tadi sih saya udah konfirmasi ke pihak desanya langsung ya ga ke RT RWnya tapi belum ada jawaban sih. Di pihak desa itu kan ada petugas pendamping disabilitas, saya konfirmasi ke pendamping disabilitas itu. kayak terdaftar atau engganya. terus saya udah kasih tau saya gak terdaftar udah dicek," kata Ilham kepada KBR. 

Baca juga:

Seret Juliari

Jelang beberapa bulan penyaluran bansos sembako selama pandemi, Menteri Sosial kala itu, Juliari Batubara, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Penetapan tersangka Juliari merupakan perkembangan operasi tangkap tangan pada Desember 2020, terkait dugaan korupsi bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kementerian Sosial.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Juliari Batubara terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp32 miliar. Pada Agustus 2021, politikus PDIP itu divonis hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp500 juta.

Pengganti Juliari sebagai Menteri Sosial, Tri Rismaharini mengaku menerima banyak sekali laporan aduan tertulis terkait bantuan sosial. Ia bahkan menyebut tumpukan berkas pengaduan itu mencapai setinggi 1 meter.

Kemensos kemudian menemukan indikasi ada 31 ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdaftar sebagai penerima bantuan sosial dari Kementerian Sosial.

Menteri Sosial Tri Rismaharini merinci, setelah data dicocokkan dengan Badan Kepegawaian Negara, diketahui 30 ribuan data berstatus PNS aktif menjabat, sisanya merupakan pensiunan.

"Nah ini akan kita kembalikan ke daerah. Itu tersebar di 511 kota/kabupaten di 34 provinsi. Itu nanti kita kembalikan ke daerah, daerah cek, itu ada yang profesinya sebagai dosen, ada yang profesinya sebagai ASN dari tenaga medis dan sebagainya," ucap Risma melalui siaran daring di kanal YouTube Kemensos RI, Kamis, (18/11/2021).

Terkini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tiga dari enam tersangka kasus korupsi bantuan sosial beras dari pihak swasta.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus ini diperkirakan merugikan negara Rp127,5 miliar. Para tersangka diduga menikmati uang korupsi Rp18,8 miliar.

"Terdapat penarikan uang sebesar Rp125 miliar dari rekening PT PTP (PT Primalayan Teknologi Persada) yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras. Akibat perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127,5 miliar. Secara pribadi yang dinikmati IW, RR dan RC sejumlah Rp18,8 miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ujar Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023).

Tiga tersangka yang ditahan adalah Ivo Wongkaren, Roni Ramdani dan Richard Cahyanto dari PT Primalayan Teknologi Persada (PTP). Tiga tersangka lain adalah Kuncoro Wibowo, Budi Susanto dan April Churniawan dari PT Bhanda Ghara Reksa Persero, sebuah BUMN yang bergerak di bidang logistik.

LSM Antikorupsi Indonesia ICW meyakini penyelewengan dana bantuan sosial masih marak terjadi. Peneliti ICW Dewi Anggraeni menyebut, hasil pemantauan ICW di 11 daerah pada tahun 2020 lalu, menemukan 230-an kasus penyelewengan bantuan sosial. Modus yang paling banyak ditemukan adalah pungutan liar dan pemotongan oleh pihak-pihak perangkat desa ataupun pendamping di daerah-daerah.

"Sebenarnya kalau mau dibilang kenapanya, banyak hal, banyak faktor. Jadi pertama pendataan, pendataan kalau misalnya nggak valid, nggak terintegrasi pusat dan daerah itu juga bisa menjadi celah permainan, celah potensi-potensi korupsi. Lalu sosialisasi yang tidak merata, tidak masif itu juga bisa menjadi celah yang pada akhirnya terjadi pungli, pemotongan," kata Dewi kepada KBR, Selasa (2/8/2021).

Penyelewengan bansos, menurut Dewi, juga terjadi karena masalah kurangnya sosialisasi untuk masyarakat. Sehingga penyelewengan justru sering terjadi di tingkat perangkat desa dan pendamping di daerah-daerah.

Editor: Agus Luqman

  • korupsi bansos
  • bansos

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!